Repost : Muhammad Aulia Rachman
Powered by :
IMAN Rohis SMAN 8 Kota Bogor
Seorang wanita terburu-buru lari menuju kantor. Kemacetan membuat ia
harus berlari sekalipun baru saja menempuh perjalanan panjang selama 2 jam. Di
jalan ia bertabrakan dengan orang yang tidak dikenalnya.
"Maaf, saya lagi buru-buru," sambil tersenyum lalu ia berlari
lagi.
Lalu, di depan
gerbang ia bertemu satpam dan dalam keterburuan sempat menyapa
"Selamat pagi, Pak!"
Lalu segera
ia masuk kantor dan duduk di kursi customer
service tempatnya bertugas. Untung ia datang tidak terlambat.
Setelah sedikit merapihkan make up
dan pakaian, ia siap melayani customer.
Sayangnya customer pertama, customer yang menyebalkan. Bayangkan
saja setelah perjalanan panjang dan sedikit berlari ia harus menghadapi customer yang menyebalkan. Customer tersebut bertanya ngaler ngidul hanya karena ingin
berlama-lama duduk di depannya. Wanita ini tahu customer ini termasuk orang yang pantas diusir, tapi ia juga tahu
tidak ada alasan legal untuk melakukannya. Jadi, dia hanya tersenyum dan
terpaksa menjawab pertanyaan demi pertanyaan, sekalipun hatinya mendongkol, ia
tidak pernah lepas dari senyumnya ketika berbicara.
Akhirnya customer menyebalkan tersebut
pergi dan dia berhadapan dengan customer
kedua. Sekalipun hatinya masih kesal dengan customer
pertama, ia memulai percakapan kembali dengan customer kedua dengan ramah dan penuh senyuman.
"Selamat pagi Pak, apa yang bisa saya bantu ?"
Melihat senyumnya, customer
kedua sama sekali tidak melihat kegundahan sang wanita. Wanita ini tetap ramah
dan tersenyum.
Di saat siang, sang manajer datang dan menegurnya karena kesalahan data. Wanita
ini merasa tidak melakukan kesalahan, tapi tetap saja sang manajer menyalahkannya.
Akhirnya, wanita ini hanya tersenyum dan minta maaf yang penting masalah cepat
selesai, pikirnya. Lalu sang manager datang lagi minta tolong agar wanita ini
melakukan suatu tugas baru. Merekapun berdiskusi panjang mengenai tugas
tersebut. Wanita itu tetap ramah dalam dikusi dengan manajernya sekalipun dalam
hatinya masih dongkol pada manajer. Ituluah sehari-hari yang dilakukannya di
tempat kerjanya.
Suatu hari di hari libur.
Wanita itu baru saja jogging
sore di hari libur bersama anak bungsunya. Ketika berjalan menuju pulang tiba-tiba
anaknya membetulkan tali sepatu dan wanita tersebut tersandung anaknya yang
menunduk di depannya dan hampir jatuh. Wanita itu gundah," Gimana sih,
kalau mau ganti tali sepatu minggir dong jangan menghalangi orang!"
katanya sedikit keras. Hati sang anak ciut. (Ups, padahal kalau di kantor,
kalau sedang buru-buru dan tabrakan dengan orang langsung memilih kata "
maaf" bukan berkata "gimana sih")
Setelah suasana agak mereda, si bungsu anaknya bilang ke mamanya:
"Mam, ayo kita buruan kan Mama janji nonton film "Rumah Tanpa
Jendela" bersama teman teman, nanti kita terlambat"
"Aduh, sabar dong, Mama kan cape, apa kita nonton yang besok aja
ya?!" (Ups, kalau ke kantor selalu tepat waktu, tepat janji, sekalipun
capek, tetap tepat waktu, kalau buat anak-anak kenapa dengan mudah capek boleh
jadi alasan dan mudah mengubah jadwal?)
Ketika tiba di rumah ia melihat suaminya di teras sedang bekerja dengan notebooknya, dan bersama si bungsu ia
nyelonong saja masuk tanap menyapa. (Ups, kalo di kantor ketemu satpam saja,
langsung selamat pagi!).
Di dalam rumah anak pertama yang tidak ikut jogging datang ke Mamanya minta diajarkan pelajaran sekolah.
"Ma, mama kan janji kemarin, setelah jogging mau mengajari aku pelajaran ini!"
Dengan muka
kelelahan, dan masam wanita itu menjawab.
"Kamu lihat Mama lagi capek kan, nanti aja lah" jawabnya. Akhirnya
sang suami yang melihat gelagat tidak enak coba menegur halus.
"Ma, kemarin kan kita sudah sepakat pelajaran ini Mama yang
ngajarin, karena Papa tidak menguasai pelajaran ini!"
"Iya Mama juga tahu, tapi tunggu dulu lah belum juga
istirahat!"
Wanita ini dengan muka cemberut, memalingkan wajah dari suami, masuk
kamar dan menutup pintu keras.
Sang suami menyusul dan berkata:
"Ya udah kalau Mama capek, nanti Papa yang ajar sebisanya."
Wanita itu ngambek, dan tidak mempedulikan suaminya. Kalau sudah begini,
sang suami tahu, 1 sampai 2 jam ke depan tidak ada komunikasi. Sang suami
memilih keluar dari kamar.
Apa yang terjadi di kisah ini?
Wanita yang sama, mengalami situasi yang mirip, tapi sikapnya jauh
berbeda di kantor dan di rumah. Jawabannya sederhana, karena ketika di kantor
ia mendefinisikan dirinya sebagai "Wanita karir profesional." Tapi
ketika di di rumah ia mendefinisikan dirinya "Ibu rumah tangga" bukan
"Ibu rumah tangga profesional"
Apa bedanya?
Ketika kita menjadi orang tua, ayah, ibu, atau pasangan yang profesional
maka kita akan bersikap sebagai profesional sesuai dengan tuntutan profesional.
Apakah boleh ngambek kepada manajer di kantor? Tidak. Ya jangan nagambek.
Apakah boleh ngambek pada pasangan (suami atau istri) secara agama? Tidak
boleh, DOSA. Ya, jangan ngambek.
Apakah sebaiknya saling menyapa anak atau suami sekalipun di rumah? Tentu
saja. Ya, sapalah mereka.
Saya dalam sehari mungkin memanggil nama Ade atau Kaka, Bunda puluhan
kali setiap kali bertemu atau berpapasan di rumah, hanya sebagai bentuk sapaan.
Mungkin sapaan bisa berbentuk salam, tos tangan, tepuk pundak, elus rambut,
tapi itu rutin makanan setiap hari.
Apakah boleh marah pada anak, apakah boleh keras? Ya tergantung. Sama
seperti di kantor kadang kita juga komplain, kita juga tegas bahkan pada customer. Intinya untuk kebaikan. Jadi
kalau keras itu untuk kebaikan boleh saja tapi tidak boleh marah karena emosi. Marah
karena emosi, marah karena capek, marah karena mumet adalah tindakan yang tidak
profesional baik di kantor ataupun di rumah.
Seringkali kita menjadikan capek, lelah sebagai excuse untuk bersikap tidak profesional di rumah. Seringkali kita
dengan mudah mengabaikan janji ketika itu di keluarga sekalipun tidak ada
alasan yang kuat.
Semoga kita semua bisa membangun Sakinah Family #No Excuse!