PSSI didirikan oleh seorang insinyur sipil bernama Soeratin
Sosrosoegondo. Beliau menyelesaikan pendidikannya di Sekolah Teknik
Tinggi di Heckelenburg, Jerman pada tahun 1927 dan kembali ke tanah air
pada tahun 1928. Ketika kembali ke tanah air Soeratin bekerja pada
sebuah perusahaan bangunan Belanda “Sizten en Lausada” yang berpusat di
Yogyakarta. Disana ia merupakan satu – satunya orang Indonesia yang
duduk dalam jajaran petinggi perusahaan konstruksi yang besar itu. Akan
tetapi, didorong oleh jiwa nasionalis yang tinggi Soeratin mundur dari
perusahaan tersebut.
Setelah berhenti dari “Sizten en Lausada” ia lebih banyak aktif di
bidang pergerakan, dan sebagai seorang pemuda yang gemar bermain
sepakbola, Soeratin menyadari sepenuhnya untuk mengimplementasikan apa
yang sudah diputuskan dalam pertemuan para pemuda Indonesia 28 Oktober
1928 (Sumpah Pemuda) Soeratin melihat sepakbola sebagai wahana terbaik
untuk menyemai nasionalisme di kalangan pemuda, sebagai tindakan
menentang Belanda.
Untuk melaksanakan cita – citanya itu, Soeratin mengadakan pertemuan
demi pertemuan dengan tokoh – tokoh sepakbola di Solo, Yogyakarta dan
Bandung . Pertemuan dilakukan dengan kontak pribadi menghindari sergapan
Polisi Belanda (PID). Kemudian ketika diadakannya pertemuan di hotel
kecil Binnenhof di Jalan Kramat 17, Jakarta dengan Soeri – ketua VIJ
(Voetbalbond Indonesische Jakarta) bersama dengan pengurus lainnya,
dimatangkanlah gagasan perlunya dibentuk sebuah organisasi
persepakbolaan kebangsaan, yang selanjutnya di lakukan juga pematangan
gagasan tersebut di kota Bandung, Yogya dan Solo yang dilakukan dengan
tokoh pergerakan nasional seperti Daslam Hadiwasito, Amir Notopratomo, A
Hamid, Soekarno (bukan Bung Karno), dan lain – lain. Sementara dengan
kota lainnya dilakukan kontak pribadi atau kurir seperti dengan Soediro
di Magelang (Ketua Asosiasi Muda).
Kemudian pada tanggal 19 April 1930, berkumpullah wakil – wakil dari
VIJ (Sjamsoedin – mahasiswa RHS); wakil Bandoengsche Indonesische
Voetbal Bond (BIVB) Gatot; Persatuan Sepakbola Mataram (PSM) Yogyakarta,
Daslam Hadiwasito, A.Hamid, M. Amir Notopratomo; Vortenlandsche Voetbal
Bond (VVB) Solo Soekarno; Madioensche Voetbal Bond (MVB),
Kartodarmoedjo; Indonesische Voetbal Bond Magelang (IVBM) E.A Mangindaan
(saat itu masih menjadi siswa HKS/Sekolah Guru, juga Kapten Kes.IVBM)
Soerabajashe Indonesische Voetbal Bond (SIVB) diwakili Pamoedji. Dari
pertemuan tersebut maka, lahirlah PSSI (Persatoean Sepakraga Seloeroeh
Indonesia) nama PSSI ini diubah dalam kongres PSSI di Solo 1950 menjadi
Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia yang juga menetapkan Ir. Soeratin
sebagai Ketua Umum PSSI.
Begitu PSSI terbentuk, Soeratin dkk segera menyusun program yang pada
dasarnya “menentang” berbagai kebijakan yang diambil pemerintah Belanda
melalui NIVB. PSSI melahirkan “stridij program” yakni program
perjuangan seperti yang dilakukan oleh partai dan organisasi massa yang
telah ada. Kepada setiap bonden/perserikatan diwajibkan melakukan
kompetisi internal untuk strata I dan II, selanjutnya di tingkatkan ke
kejuaraan antar perserikatan yang disebut “Steden Tournooi” dimulai pada
tahun 1931 di Surakarta .
Kegiatan sepakbola kebangsaan yang digerakkan PSSI , kemudian
menggugah Susuhunan Paku Buwono X, setelah kenyataan semakin banyaknya
rakyat pesepakbola di jalan – jalan atau tempat – tempat dan di alun –
alun, di mana Kompetisi I perserikatan diadakan. Paku Buwono X kemudian
mendirikan stadion Sriwedari lengkap dengan lampu, sebagai apresiasi
terhadap kebangkitan “Sepakbola Kebangsaan” yang digerakkan PSSI.
Stadion itu diresmikan Oktober 1933. Dengan adanya stadion Sriwedari ini
kegiatan persepakbolaan semakin gencar.
Lebih jauh Soeratin mendorong pula pembentukan badan olahraga
nasional, agar kekuatan olahraga pribumi semakin kokoh melawan dominasi
Belanda. Tahun 1938 berdirilah ISI (Ikatan Sport Indonesia), yang
kemudian menyelenggarakan Pekan Olahraga (15-22 Oktober 1938) di Solo.
Karena kekuatan dan kesatuan PSSI yang kian lama kian bertambah
akhirnya NIVB pada tahun 1936 berubah menjadi NIVU (Nederlandsh Indische
Voetbal Unie) dan mulailah dirintis kerjasama dengan PSSI. Sebagai
tahap awal NIVU mendatangkan tim dari Austria “Winner Sport Club “ pada
tahun 1936.
Pada tahun 1938 atas nama Dutch East Indies, NIVU mengirimkan timnya
ke Piala Dunia 1938, namun para pemainnya bukanlah berasal dari PSSI
melainkan dari NIVU walaupun terdapat 9 orang pemain pribumi / Tionghoa.
Hal tersebut sebagai aksi protes Soeratin, karena beliau menginginkan
adanya pertandingan antara tim NIVU dan PSSI terlebih dahulu sesuai
dengan perjanjian kerjasama antara mereka, yakni perjanjian kerjasama
yang disebut “Gentelemen’s Agreement” yang ditandatangani oleh Soeratin
(PSSI) dan Masterbroek (NIVU) pada 5 Januari 1937 di Jogyakarta. Selain
itu, Soeratin juga tidak menghendaki bendera yang dipakai adalah bendera
NIVU (Belanda). Dalam kongres PSSI 1938 di Solo, Soeratin membatalkan
secara sepihak Perjanjian dengan NIVU tersebut.
Soeratin mengakhiri tugasnya di PSSI sejak tahun 1942, setelah sempat
menjadi ketua kehormatan antara tahun 1940 – 1941, dan terpilih kembali
di tahun 1942.
M asuknya balatentara Jepang ke Indonesia menyebabkan PSSI pasif
dalam berkompetisi, karena Jepang memasukkan PSSI sebagai bagian dari
Tai Iku Kai, yakni badan keolahragaan bikinan Jepang, kemudian masuk
pula menjadi bagian dari Gelora (1944) dan baru lepas otonom kembali
dalam kongres PORI III di Yogyakarta (1949).
http://timnasindonesia.comuv.com
0 komentar:
Posting Komentar